Selain Rudi, Inilah Pihak Yang Juga Harus Bertanggungjawab Terhadap Rempang

sumber: edisi.co

"Tidaklah suatu suku bangsa itu ada kecuali untuk diberikan perlindungan, keamanan dan kesejahteraan. Dukung Pembangunan Tanpa Pemusnahan. Tolak Relokasi Tanpa Negosiasi. Jangan Mencoba Merayu Masyarakat Melayu Jika Hanya Bertujuan Untuk Menipu. Tak Peduli Badan Dan Pikiran Penat Asal Adat dan Budaya Selamat"

_Pesan Emak_ 

NAVIGASI- Masih dengan keadaan Rempang yang belum usai. Masyarakat Rempang saat ini masih menunggu rela berjaga-jaga pagi ke siang, siang ke malam dan malam kembali pagi lagi hanya untuk memastikan keamanan wilayahnya yang detik ini sudah dilaksanakan pemasangan patok lahan oleh BP Batam. Belum lagi ditambah dengan adanya aktivitas lalu lalang aparat TNI-Polri sembari membawa senjata laras panjang.

Ada rasa rasa khawatir bercampur aduk yang dirasakan oleh masyarakat Rempang. Pasalnya penggusuran kapan saja dapat terjadi apalagi sebelah pihak. Namun kekompakkan, kepedulian dan kekeluargaan masyarakat Melayu di Rempang membuat mereka tak gentar akan gerakan dzolim dari BP Batam, Pemerintah Kota Batam dan aparat TNI-Polri.

Penguasa harus paham bahwa masyarakat tidak sedang melakukan perlawanan kepada BP Batam, tidak melawan Pemko Batam dan juga tidak melawan aparat TNI-Polri. Masyarakat Melayu yang penuh akan adab dan sopan santun menjunjung tinggi nilai-nilai kedamaian hanya berupaya melindungi diri dari ancaman, melindungi darat dan laut tempat mencari makan dan melindungi seluruh wilayah Rempang sebagai "rumah" tempat mereka berteduh.

sejauh ini gerakan Bela Bangsa Melayu (sebut saja demikian) dari beberapa perkumpulan organisasi maupun komunitas masyarakat Melayu di Batam,masih memint kejelasan pertanggungjawaban dari Muhamamd Rudi selaku Kepala BP Batam dan sekaligus Wali Kota Batam.

BACA JUGA | https://ediputradionmrblack.blogspot.com/2023/08/seakan-tak-tersentuh-dprd-gubernur-dan.html

Apapun kesepakatannya, apapun perencanaannya dan apapun kebutuhannya, tetap Relokasi 16 titik perkampungan tua harus ditolak. Penolakan Tanpa Negosiasi. Demikianlah tujuan bersama yang terjalin dalam kelompok gerakan masyarakat Melayu Rempang.

Beragam upaya masyarakat mencoba mendalami sumber informasi dan data serta menggali lebih dalam peraturan perundang-undangan untuk mendapatkan secara pasti siapa yang sebenarnya bertanggungjawabdan bagaimana bentuk pertanggungjawabannya.

Sebagian laki-laki dewasa harus tidur dipinggir jalan untuk berjaga-jaga, siang mereka khawatir, malam mereka khawatir pagipun mereka khawatir. Semenjak keputusan perencanaan pengembangan Rempang, hampir setiap saat masyarakat dihantui rasa kekhawatiran.

Bagaimana tidak, relokasi masyaraakt dari 16 titik perkampungan tua akan berdampak pada mata pencaharian, alam laut dan darat Rempang, kultur budaya masyarakat Melayu Rempang dan yang tak kalah penting ialah adat budaya serta nilai-nilai sejarah yang lahir dan hidup bersama masyarakat Rempang.

sejalan dengan apa yang penulis sampaikan sebelumnya, bahwa kesalahan perencanaan Rempang merupakan "kesalahan berantai". Artinya BP Batam sebagai penanggungjawab pengembangan investasi di pulau Rempang, memiliki "partner" yang juga terlibat didalamnya. siapa mereka? dan darimana merekaini berasal? mari kita ketahui bersama.

pada tanggal 13 desember 2018, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia melalui Kepala Bagian Hubungan Masyarakt menyampaikan siaran pers terkait pembahasan terkait permasalahan dualisme kepemimpinan di Batam yakni antara Pemko Batam dengan BP Batam. Siaran pers ini disampaikan pasca rapat kabinet terbatas yang oleh presiden Joko pada 12 desember 2018 dengan poin-poin pokok pembahasan yakni sebagai berikut:

1. BP Batam tidak dibubarkan

2. Jabatan Kepala BP Batam, dirangkap secara ex-officio oleh Walikota Batam

3. Pengelolaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (KPBPB) Batam, tetap dilakukan oleh BP Batam, yg dipimpin secara ex-officio oleh Walikota Batam

4. Sedang disiapkan aturan atau regulasi yang akan mengatur pelaksanaan rangkap jabatan Kepala BP Batam secara ex-officio oleh Walikota Batam. 

Hasil keputusan ini dianggap sebagai solusi terbaik untuk mengatasi adanya dualisme kepemimpinan di Batam.  

Keputusan penetapan Walikota Batam sebagai ex-officio Kepala BP Batam disahkan melalui PP Nomor 62 Tahun 2019 Tentang Perubahan Kedua Atas PP Nomor 46 Tahun 2007 Tentang KPBPB Batam yang ditetapkan pada tanggal 11 september 2019 oleh Presiden Joko.

Kemudian Dewan Kawasan PBPB Batam menetapkan Peraturan Nomor 1 Tahun 2019 tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan Pengusahaan KPBPB Batam yang ditetapkan pada tanggal 25 september 2019 oleh Menko Perekonomian saat itu, Darmin Nasution.

Barulah tepat dua hari setelahnya, yakni pada tanggal 27 september 2019, Muhamamd Rudi diangkat sebagai kepala BP Batam di kantor Kementerian Perekonomian di Jakarta.

Pengangkatan Rudi sebagai Kepala BP Batam ini kemudian memunculkan prodan kontra dimasyarakat Batam, bahkan ditingkat Dewan Perwakilan Rakyat, ombudsman dan beberapa pihak lainnya. Tidak sedikit yang berpendapat bahwa pengangkatan Rudi sebagai Kepala BP batam yang juga berstatus sebagai Wali Kota Batam adalah bentuk pelanggaran peraturan perundang-undangan dan tidak bukan merupakan solusi yang tepat untuk menghindari dualisme kepemimpinan Batam.

Tapi apalah daya masyarakat yang tidak memiliki kekuatan jabatan dan kewenangan kedudukan yang hanya dapat menerima keputusan pemerintah menetapkan Rudi sebagai Kepala BP Batam sekaligus tetap menjabat sebagai Wali Kota Batam.

BACA LAINNYA | https://ediputradionmrblack.blogspot.com/2023/08/sengaja-mengangkangi-hukum-rudi-jilat.html

Selain Rudi, terdapat anggota lainnya yang juga dilantik sebagai pemangku jabatan di BP Batam. Berikut penulis lampirkan nama beserta jabatannya:


NoNamaJabatan
1.Muhammad RudiKepala
2.PurwiyantoWakil Kepala
3.Wahjoe  Triwidijo KoentjoroAnggota Bidang Administrasi dan Keuangan
4.Sudirman SaadAnggota Bidang Pengelolaan Kawasan dan Investasi
5.Shahril JaparinAnggota Bidang Pengusahaan

Untuk mempertegas dan memperkuat pondasi kedudukannya, lebih kurang 3 bulan pasca dilantik sebagai Kepala BP Batam, Rudi mengeluarkan Peraturan yakni Peraturan Kepala BP Batam Nomor 19 Tahun 2019 tentang Susunan Organisasi dan tata Kerja BP Batam yang dikeluarkan pada tanggal 23 desember 2019.

Semenjak itu BP Batam terus melaksanakan aktivitasnya sebagai badan pengusahaan dengan berbagai program untuk wilayah Batam, tak tertinggal bagi Rempang saat ini.

Nah kembali lagi persoalan konflik Rempang yang saya anggap sebagai "Bencana Sosial" ini, saya secara pribadi selaku anak dari darah daging bangsa Melayu yang lahir di tanah Melayu (Pulau Abang, Galang, Batam) dan dibesarkan di tanah Melayu, merasa geram dengan sikap dan kebijakan dari Rudi yang diakui juga sebagai bagian dari keturunan bangsa Melayu itu.

Dengan demikian, tak terkira bagaimana lagi kesalnya dan geramnya serta marahnya masyarakat Rempang, yang hidup berbudaya, beradat dan berbangsa di tanah Bertuah Rempang yang sarat akan nilai-nilai sejarah oleh pendahulu mereka yang ingin dirusak melalui program pengembangan investasi oleh Rudi.

"Seberapa besar dan mewah sekalipun tawaran nilai ganti oleh BP Batam untuk Masyarakat Rempang yang akan direlokasi itu, tidak menggoyahkan tekad dan niat masyarakat untuk tetap tegap mempertahankan "tanah adat". Ini sudah menjadi keputusan final dan tidak dapat diganggu gugat. Silahkan BP Batam membangun Rempang semegah dan semewah mungkin, tapi tetap tanpa adanya Relokasi. Penguasa harus paham, ini bukan tentang nominal, tapi ini tentang nilai.

Secara adat dan keyakinan, tentunya sebagai pemimpin, Rudi akan akan mempertanggungjawabkan seluruh kebijakannya didunia dan diakhirat. lalu, bagaimana dengan pihak lainnya yang turut bertanggungjawab dengan Rempang saat ini?

Selain Rudi yang memiliki tanggungjawab mutlak terhadap keadaan masyarakat dan wilayah Rmepang saat ini, Dewan Kawasan juga bertanggungjawab penuh terhadap kebijakan dan pelaksanaan program-program pengembangan Batam khususnya Rempang yang dilaksanakan oleh BP Batam.

Dewan kawasan yang dibentuk langsung oleh Presiden melalui Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2016 Tentang Dewan KPBPB Batam. Berdasarkan pasal 1 ayat (2) Keppres tersebut, dewan kawasan bertugas dan memiliki kewenangan untuk menetapkan kebijaksanaan umum, membina, mengawasi dan mengoordinasikan kegiatan Badan Pengusahaan KPBPB Batam.


Lalu siapa sajakah yang termasuk kedalam Dewan Kawasan KPBPB Batam? Di kepri sendiri, terdapat 3 (tiga) pihak yang dijadikan sebagai anggota dewan kawasan KPBPB Batam. Mereka adalah Gubernur Kepulauan Riau, Ketua DPRD Provinsi Kepulauan Riau dan Wali Kota Batam.

BP Batam berada dibawah dan bertanggungjawab pada Dewan kawasan Batam. ini ditegaskan didalam pasal 2 Peraturan Dewan KPBPB Batam Nomor 1 Tahun 2019. Hal ini juga sejalan dengan tanggungjawab Dewan Kawasan dalam pengangkatan Kepala BP Batam, wakil kepala hingga anggota BP Batam sebagaimana disebutkan didalam pasal 13 ayat (1) Peraturan Dewan KPBPB Batam tersebut.

Tidak hanya itu, Dewan Kawasan juga bertanggunng jawab terhadap penunjukkan dan pengangkatan pejabat struktural, rencana promosi dan mutasi jabatan struktural hingga pengaturan kode etik.

BP Batam wajib menyampaikan laporan pelaksanaan tugasnya kepada Dewan Kawasan setiap 3 (tiga) bulan dan menyampaikan laporan tahunan setiap tahunnya kepada Dewan Kawasan.

Artinya, dewan kawasan khususnya di Kepri juga memiliki tanggungjawab penuh terhadap seluruh aktivitas yang dilaksanakan oleh BP Batam. Lalu mengapa Gubernur Kepri dan DPRD Kepri seakan sembunyi tangan dan buang badan dari permasalahan ini? apakah hanya karena saat ini monetum politik sehinnga menjaga citra diri? jika demikian, seungguh ini perbuatan yang memalukan dan sangat receh.

Diluar dari 3 pihak diatas, terdapat menteri Koordinator Perekonomian selaku Ketua Dewan Kawasan, Menteri Dalam Negeri, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Menteri Keuangan, Menteri Perdagangan, Menteri Agraria dan Tata Ruang/kepala Badan Pertanahan Nasional, Panglima Tentara Nasional Indonesia, Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia dan Sekretaris Kabinet.

Sehinnga berdasarkan peraturan ini, Ansar Selaku Gubernur Kepri bertanggungjawab terhadap kebijakan BP Batam dalam program pengembangan investasi di Pulau Rempang. Terlebih tanggungjawaba adanya konflik sosial masyarakat Rempang yang terjadi saat ini. 

Selain itu, tanggungjawab tersebut juga melibatkan Jumaga Nadeak selaku Ketua DPRD Kepri dan Muhammad Rudi sendiri selaku Wali Kota Batam.

Sehingga kesimpulannya adalah, secara kepemimpinan lembaga/instansi, Muhammad Rudi selaku Kepala BP Batam dan Wali Kota Batam memang harus berani bertanggungjawab terhadap permasalahan Rempang. Mengedepankan asas keadilan dan kesejahteraan bagi masyarakat Rempang. 

Namun selain itu juga,berdasarkan beberapa peraturan diatas yang telah disebutkan, menurut pendapat penulis tak cukup kalau gerakan bela "Tanah Adat" ini hanya dilaksanakan dan dimintai pertanggungjawaban hanya kepada BP Batam atau kepada Wali Kota Batam. Melainkan juga kepada DPRD Kepri dan Gubernur Kepri.

TOLAK RELOKASI TANPA NEGOSIASI 

Teh Obeng dah habis, nanti lanjut bual lagi.

Pendawai: Dion

Post a Comment

budayakan membaca hingga selesai dan tuntas. Diharapkan untuk memberikan komentar berupa pendapat, sanggahan, saran, dan nasihat dengan menggunakan bahasa yang mudah dimengerti dan beradab agar tidak salah paham serta multi tafsir. Terimakasih sudah mengunjungi blog kami.

Previous Post Next Post