PKI jangan Bangkit Sekarang, Besok saja | Keadilan dan Kemakmuran


 "Mereka berjalan tersenyum dengan memakai kemeja yang beragam warna dan coraknya. lalu tiba masanya, kemeje akan dibuka, dan satu kaos hitam melekat didalamnya yang bertuliskan "PKI" dan disisi lain, si rambut hitam berkumpul beracakan dimana-mana dengan membawa pamflet-pamflet yang bertuliskan "LAWAN!"

_Pesan Emak_ 

 

Menyambung tali yang berserabut. Ruas bambu sudah yang terpotong. Untaian Untuk Hari Ini dan Hari Besok !

E-Blog| Gerakan 30 September Partai Komunis Indonesia (G30S/PKI) atau bisa juga disebut dengan Perilaku Kekejaman Iblis (PKI) masih terngiang-ngiang di daun-daun telinga para saksi pejuang bangsa. Bedesing jika diingat -ingat riuh peluru dan suara pasukan penyerangan malam ini. Sebagian dari kita bukanlah saksi hidup ketika terciptanya sejarah kelam ini, hanya sekedar saksi pembaca berlakunya sejarah.

Komunis adalah kejatahan. Komunis adalah kekejaman. Komunis adalah ketidak adilan. Itu yang di rasakan dan di tanamkan dalam pikiran anak bangsa hari ini. Aku teringat saat masih kecil puluhan tahun yang lalu, tat kala aku melakukan atau bertindak sesuatu yang tidak wajar dengan nilai-nilai adat dan nilai kebangsaan, akan muncul kalimat  "Macam PKI Oman Diko" yang berarti  "Kamu Seperti PKI".

Kalimat di atas pada dasarnya bukanlah satu "Tuduhan" terhadap ku maupun anak-anak yang lainnya. Setelah beranjak SMP barulah aku menyadari bahwa selama ini ucapan itu sebagai bentuk "Pengetahuan" akan peristiwa kelam yang terjadi 58 tahun yang menimpa pahlawan bangsa ini. Sehingga para kerabat dan orang tua tidak ingin anaknya memiliki perilaku, sifat, watak dan karakter seperti PKI.

Dalam sejarah kelam G30S/PKI, gerakan pemberontakan di sertai pembunuhan keji, menjadi jalan cerita dan catatan sejarah yang paling di tekankan. Bukan memperkuat pendidikan nasionalisme bangsa. Sehingga ketakutan-ketakutan akan kembangkitan PKI di zaman ini, menjadi ketakutan yang berlebihan.

Hal yang wajar jika seseorang merasa khawatir melangkah kedalam hutan rimba yang sejuk dan gelap sepi, tanpa ada pembekalan pengetahuan alam yang baik dan tepat. lapar sepanjang jalan. medan terjang tak tahu rimbanya. tanpa peta dan tanpa petunjuk kompas. asal jalan, yang penting tidak berada ditempat yang sama. 

Singkatnya berangkat dari ketakutan itu, menjalankan kehidupan berbangsa dan bertanah air adalah kewajiban bagi seluruh rakyat Indonesia, namun saat ini kita belum mampu untuk memiliki kemampuan "Survival" jika nantinya PKI benar-benar muncul kembali.

Bukankah ini ajaran kesesatan? yang menyesatkan anak bangsa yang tersesat? Sesekali ketika telah menemukan aliran sungai, seseorang merasa lega. dalam hati anak bangsa berucap:

"ohh..berarti ada hulu dan ada hilir.aku akan kesana".

Setibanya di penghujung, ternyata aliran sungai berasal dari air terjun yang turun dari pegunungan. Dan lagi-lagi ditutup oleh kabut dan hutan. Rasa khawatir muncul lagi, sama persis seperti kekhawatiran ketika memulai perjalanan.

apa hikmahnya?

Sayangnya, dalam kehidupan bernegara, bermasyarakat dan berbangsa, kita tidak sedang mempelajari hikmah dan mendalami hikmah. Pendidikan kewarganegaraan tidak mengajarkan persoalan hikmah.

Bermodalkan cinta sang saka merah putih, tidak cukup menjadi landasan utama untuk membentuk jiwa yang kesatria terhadap ibu pertiwi. Cinta pancasila tanpa tanda kerja, bukan pula tolak ukur terhadap kecintaan tanah air.

Perampasan hak hidup, hak pendidikan, hak harta, hak bersosial, hak berhukum dan hak bertanah air, lebih kejam saat ini jika sekedar di bandingkan dengan kekejaman G30S/PKI pada masa lampau.

Tanah-tanah rakyat di jarah, hutan lindung di babat membabi buta, tembang-tambang berdiri, rakyat di paksa untuk pergi dan meninggalkan tanah nenek moyangnya.

Mereka terbiarkan menangis, mereka terbiarkan lapar, mereka terbiarkan haus, mereka terbiarkan kepanasan dan mereka terbiarkan kedinginan. Mereka seakan numpang hidup di rumah sendiri.

Lalu berdirilah kelak gedung-gedung tinggi pencakar lagit, dan "Pemilik" tanah hanya dapat menikmati serta mengenang masa kecilnya di pinggiran pantai dan berlarian di bukit kecil itu.

Ada sikap dan perilaku ketidak adilan bagi para pejuang tanah air, di bantai, di tembak secara brutal, di seret dan di masukkan ke dalam sumur tua yang di sebut "Lobang Buaya", di hakimi, di caci maki, di asingkan dan di...di.... !?

ah sudahlah, itu masa lalu yang harusnya menjadi evaluasi bagi anak masa kini. Mungkin sebagian dari kita bukan tentara bukan polisi. Bukan anggota dewan bukan pula menteri. Bukan pejabat tinggi apalagi presiden.

Jika kita berpikir bahwa PKI hanya akan menyerang dan membunuh serta membumi hanguskan kesatria bangsa yang berpangkat sahaja, kita salah. Mungkin itu dulu yang terjadi pada tahun 1965.

Apa yang tersemat di dalam gerakan G30S/PKI itu, adalah pertanda bahwa yang melaksanakan kebenaran, menolak kedzoliman dan menegakkan keadilan adalah KESALAHAN dan MUSUH bagi PKI.

Ini yang perlu kita siasati. Haus akan kekuasaan dan kedudukan, menjadikan PKI seperti anak panah yang tidak bertuan. Siapapun yang bukan bagian dari kelompoknya, maka itulah yang akan menjadi sasaran.

G30S/PKI memberikan pula isyarat bahwa mereka berupaya untuk menguburkan hidup-hidup nilai-nilai yang demokratis berkeadilan yang mampu memakmurkan rakyat. 

Katanya kita generasi millenial. Bahwasannya ternyata generasi ini mengaku berbangsa namun menjauhkan dari kesadaran bernegara. Milenial berhukum menjauh dari kesadaran bermasyarakat. Milenial berpendidikan menjauhkan dari kesadaran pengabdian. 

Tidak menafikkan bahwasannya perkembangan ilmu pendidikan, teknologi informasi dan digital harus kita jalani, namun demikian faktor itu pula yang menjadi salah satu sebab terbesar runtuhnya nilai-nilai kebangsaan dan bermasyarakat, apalagi nilai-nilai keagamaan.

Apakah itu konspirasi ataupun propaganda global. Yang jelas, itu hadir dalam hidup dan menjadi kebutuhan sehari-hari.

Jangan banyak membantah, gali saja semua informasi yang ada terkait kejamnya teknologi, informasi dan digitalisasi bagi anak bangsa. Tugas kita, mencari solusi atau minimal membuka jalan pikiran yang menjadi akar permasalahan keadaan saat ini.

Ini belum lagi kekejaman nyata cukong di negeri ini. Seorang petani di bantai dan di setrum hingga mati oleh preman Perusahaan 2015 yang lalu lalu ada pula pemuda mati tertembak peluru aparat saat bentrok aksi terkait salah satu perusahaan tambang emas 2022 yang lalu di Sulawesi Tengah dan serta beberapa kejadian brutal tak berperikemanusiaan lainnya baik oleh aparat maupun oleh cukong melalui preman-premannya.

Kita kembali lagi, setelah menjalani hidup berbangsa dan bertanah air, ternyata tidak hanya teknologi, informasi dan digitalisasi saja yang dapat merusak dan telah merusak kehidupan berbangsa dan bertanah air. untuk menyeimbangi itu, di buatlah hukum-hukum positif yang bertujuan mengatur (katanya).

Anak bangsa yang berpendidikan, mampu menjadikan potensi-potensi yang ada dalam dirinya menjadi produktif, aktif dan inovatif. 

Pejuang medan jalanan masih bisa kita lihat dan saksikan saat ini. Mahasiswa turun dari gedung-gedung mewah dan tinggi untuk menyampaikan aspirasi mewakili suara masyarakat kepada penguasa.

Sebab banyak gerakan mahasiswa yang terbukti berhasil merubah kebijakan, sebab itu pula munculah undan-udang yang kemudian mempersempit ruang gerak mahasiswa. sebagai contoh dan landasan,KUHP dan UU ITE.

Dimana letak kebebasan berekspresi? hanya di ruang kelas. Dimana letak kebebasan berpendapat? hanya di lokal kampus. Di mana lagi letak kebebasan bermusyarah? hanya di forum kantin/taman. Dan dimana letak kebebasan berpikir hanya di dalam jamban.

Kita tersudutkan di sebalik dinding, sambil sesekali melihat keluar "ada yang denger tak ya" "ada intel tak ya" .."ada penyusup tak ya". takut dan kalut. Berbicara lantang ku tak berani, menulis tegas ku tak berani.

Hampir sulit lagi saat ini tidak dapat membedakan mana mahasiswa mana budayawan mana pencinta seni. seluruh bahasa yang di tuturkan haruslah menggunakan diksi yang tepat, tidak boleh menyinggung karena potensi pencemaran nama baik. Tidak boleh terang-terangan karena potensi penghinaan.

Tidak boleh terlalu masif karena potensi pemberontakan. tidak boleh terlalu vokal karena potensi provokator dan tidak boleh terlalu berambisi karena potensi makar.

Ada apa dengan negeri ini...

Kapitalis, radikal, pemberontak, sosialis, komunis, demokratis hanya sebagai pencitraan dan lebelitas semata. Pada prinsipnya, menurunya norma-norma kultur bangsalah yang menjadi penyebabnya. Sehingga kita mudah terpecah belah hanya karena memperdebatkan angka 9 dan angka 6. Masih memperdebatkan langit itu hitam dan langit itu biru Sehingga kita mudah di adu domba dan saling serang. Tak sadar musuh sedang menertawakan kelemahan kita.

Sudahlah,,, PKI STOP! jangan bangkit dulu hari ini. besok saja. karena hari ini kami sedang mengenang jasa pahlawan kami yang kalian bunuh secara sadis. merasa seakan paling cinta dan patuh dengan negeri, terkesima dengan batas waktu yang ditentukan. Kami sedang berhalusinasi, tolong jangan di gangu.

Sedangkan besok, rencananya kami akan lupa kembali dan kami akan mulai terhasut lagi dengan perkembangan dunia yang perlahan melupakan kami akan pentingnya menjaga keamanan dan pertahanan masyarakat dari kejadian yang serupa. Lihat betapa seriusnya para TNI memandang masalah ini, sehingga munculah program Kebangsaan untuk membentuk, menanamkan, menyadarkan dan mendidik anak bangsa akan pentingnya keamanan negeri kita ini.

Tahu mengapa tumor itu kebanyakan berbahaya? karena merusak dari dalam. tahu mengapa kanker itu berbahaya? karena juga merusak dari dalam. keduanya ini hidup dan numpang makan di tubuh manusia, namun mereka pula yang merusaknya. tapi perlu di pahami pula bahwa keduanya tidaklah muncul begitu saja, ada sebab dari diri manusia tersebut sehingga keduanya ada. bisa di mengerti? sayaberharap bisa.

STOP PKI jangan bangkit sekarang, lusa saja. kami belum siap. karena, Negeri kami masih banyak rampok dan rampoknya berkelas. adapula rampok yang menjadi guru perampokan.

Pendidikan kami belum mampu membentuk jiwa kami menjadi jiwa pejuang. Dan semakin hari, jiwa itu semakin menurun. Harapan mahasiswa bisa belajar bertahan hidup dan memperjaungkan banyak hidup melalui organisasi, tapi sayang pula "kesehatan" organisasi saat ini semakin menurun pula.

STOP PKI jangan datang sekarang, besok lusa saja. Sosial kami belum mampu mengembalikan kesadaran kekompakan dan gotong royong kami. San itu semakin hari semakin menurun.

STOP PKI jangan bangkit sekarang, kapan-kapan saja. Pemimpin kami mulai dari Presiden, Gubernur, Wali Kota, Bupati, Lurah, Kepala desa dan aparat penegak hukum kami Kapolri dan Jendral TNI serta masih banyak yang terhanyut dengan jabatannya.

Kepentingan untuk memperoleh eksistensi masih tinggi, kebutuhan untuk mempertahankan jabatan masih sangat ambisius. jadi tolong, jangan bangkit sekarang. Karena sedetik kalian bangkit, seribu dari kami akan mati sia-sia. 

Ku kenangkan sedikit peristiwa penyerobotan lahan di Rempang saat ini. Memaksa masyarakat untuk pindah angkat kaki dari tanah ulayat, tanah nenek moyangnya yang secara turun temurun ratusan tahun yang lalu hidup dengan alam Rempang.

Peristiwa "Kamis Menangis" 7 september 2023 kemarin, anak-anak bangsa yang sedang asyik menikmati proses belajar mengajar di dalam lokal sekolah harus berteriak ketakutan, para pemuda orang tua berlarian tak karuan.

Ada yang terluka dan sesak nafas karena gas air mata bahkan ada pula yang di tangkap pihak kepolisian. Menangis mereka meminta pertolongan. Kepada siapa dan siapa yang akan menolong?

Berangkat dari kejadian itu, yang muncul di pikiran ku hanya satu pertanyaan "Dimanakah Mereka-Mereka Yang meneriakkan NKRI Harga Mati dan Pancasila Harga Mati!!!?"

Mereka teang-terangan menolak, menajdi salah. lalu mereka berupaya bertahan juga di aggap salah. Sudah ragam tuduhan di lontarkan untuk warga Rempang. Di katakan mereka tidak pro pemeritnah, di katakan mereka menolak investasi program dari pemerintah dan di katakan mereka melawan pemerintah.

Jelas dan sangatlah jelas suara teriakan yang keluar dari lisan warga adalah "Kami tidak ingin pindah dari tanah nenek moyang kami". Tapi begitulah adanya. Relokasi dalih pemindahan, Penggusuran dalih penggeseran. Rakyat mau di piting oleh jendral TNI, rakyat mau di buldoser oleh Menko Marves, rakyat di sebut tidak memiliki hak atas tanah itu sehingga harus di kosongkan, rakyat di sebut tidak lebih tahu dari pemerintah, rakyat di anggap penghuni liar, rakyat dianggap pendatang di negeri sendiri.

Aku tidak ingin angkuh, tapi aku yakin jika suatu hari jajahan fisik kembali terjadi, salah satu bangsa dan suku yang akan maju terdepan untuk membela tanah air dan melawan penjajah adalah Melayu.

Pertanyaannya, lalu itu tanah siapa? milik siapa? dan hak siapa?

Ternyata tanah itu di klaim milik cukong-cukong dan investor asing. Seakan akan mereka merantau puluhan danratusan tahun yang lalu, Rempang kosong lalu di diami oleh masyarakat melayu, dan tiba-tiba mereka datang kembali seolah mengatakan "kami mau ambil tanah kami kembali".

Jika pendidikan tidak mampu menjadikan kita cinta terhadap rakyat, minimal hadirkanlah hati dan perasaan untuk mencintai rakyat. Buka mata hati, buka pikiran. Saat ini rakyat hidup di zaman kemerdekaan bukan di zaman penjajahan (seperti dulu).

Saat ini yang menjadi harapan kami untuk membentengi bangsa ini, menjaga ketahanan negeri ini, sadar akan pentingnya menhidupkan dan menjaga warwah ibu pertiwi ialah dengan kembalinya reformasi akhlak, reformasi pendidikan, reformasi adab, reformasi politik dan reformasi birokrasi, reformasi kepemimpinan dan reformasi pelayanan terhadap rakyat.

Secara sifat, gerakan PKI ingin menyengsarakan masyarakat. Mereka akan tertawa terbahak-bahak melihat ini. sama seperti para rampok. Merampas hak hidup atas kebutuhan dasar masyarakat. seperti si rampok Juliari Batu Bara, Setya Novanto, Eddy Tansil, Adrian Kiki Irawan, Eko Adi Putranto, Maria Pauline, dan kelompotan rampok lainnya di negeri ini. Tak patut rasanya jika kita memperhalus bahasa pada tindak kejahatan, itu sama saja memberikan apresiasi terhadap mereka."Hore..kalian hebat". ucapan kepada perampok uang rakyat. Begitu?  Jangan Begitu kawan !

Selamat jalan para pahlawan bangsa. Biar semangat juang mu dan pengorbanan mu semakin hilang di dalam jiwa saat ini, namun sejarah penyebab kematian mu masih terus teringat sebagai penguat bahwa bangsa ini pernah dijajah oleh saudaranya sendiri.

Tanjungpinang, 30 September 2021

Di perbaharui: Bintan,30 September 2023.

Salam Warga Negara Indonesia !!!

Salam Cinta Tanah Air !!!

Salam Rakyat Indonesia !!!

Oleh: Edi Putra


Post a Comment

budayakan membaca hingga selesai dan tuntas. Diharapkan untuk memberikan komentar berupa pendapat, sanggahan, saran, dan nasihat dengan menggunakan bahasa yang mudah dimengerti dan beradab agar tidak salah paham serta multi tafsir. Terimakasih sudah mengunjungi blog kami.

Previous Post Next Post