![]() |
Maswarkop |
Bismillah
#bual-bualmaswarkop
Pembuka Kata
"Jika ada sumur diladang, boleh kita menumpang mandi. Jika ada hukum yang kurang, boleh kita tambahkan sendiri"
_Pesan Emak_
STOP !!! dan Cukuplah, jangan lagi berpikir untuk membawa arah haluan negara ini. Karena haluannya tergantung partai politik. Biar jago presidennya, gubernurnya, bupati maupun walikotanya, tetap dikembalikan kepada parpolnya. (Sentilan bermoral)
"apalah daya kami orang miskin. Tidak punya uang untuk membayar hakim. Tidak punya uang untuk membayar pengacara dan tidak punya akses orang dalam untuk merubah kesepakatan hukum"
"Apalah daya, saya hanya honorer. Apabila saya bersuara mengkritisi penjabat, Japan saya bisa-bisa di cut"
"Apalah daya, saya hanya ingin berkuliah. Orang tua, tetangga hingga kampus melarang saya untuk untuk menjadi pemikir yang kritis. IPK saya bisa terancam jika saya melawan kebijakan pemerintah, apalagi kebijakan kampus yang tidak pro dengan mahasiswa. Jadi saya ikut saja.yang penting bisa kuliah nyaman"
Penomena yang cukup prihatin. Bangsa yang berdaulat, mati fitrahnya lantaran penempatan prinsip hukum dan keteraturan kebijakan menindih prinsip kemanusiaan dan sosial masyarakat. Sehingga, kewajaran dalam setiap pelaksanaan hukum di Indonesia saat ini, masyarakat condong untuk pesimis. Hal ini didorong oleh beberapa fakta oleh Negera yang menumbangkan rasa keadilan bagi masyarakatnya.
Perilaku dan sikap negara dalam konteks konstitusional, berimbang hanya ketika konstitusi mendapatkan timbal baliknya. Yah, sangat jelas tuduhan ini kepada penegak hukum saat ini.
Saya sebagai warga neraga Indonesia, saat ini memandang keberadaan presiden bukan lagi sebagai pemimpin, namun hanya sebatas pimpinan.
Saya sebagai warga negara Indonesia yang berhukum, keberadaan penegak hukum saat ini bukan lagi sebagai penegak keadilan, namun hanya sebatas menegakkan yang bisa adil bagi hukum.
Jujur dan terbuka, hukum secara fisiknya membutuhkan biaya operasional. Minimal untuk mencetak surat pernyataan bahwa yang diberikan status pelanggaran hukum benar-benar telah melanggar hukum dan tidak dapat diganggu gugat.
Sosial, dihukum. Pendidikan, dihukum. Ekonomi, dihukum. Aspirasi juga dihukum. Adanya hukum ternyata untuk menghukum yang tidak taat pada hukum. Loh kan emmang begitu? Yah memang begitulah hukum.
Lalu apa maksdunya?
Maksudnya, berhukumlah dengan akal dan nurani.
Indonesia menolak komunis, Indonesia juga menolak kapitalis dan Indonesia menolak sosialis. Interaksi antara ketiganya, dapat berdampak perubahan sosial masyarakat yang di pikirkan akan menyengsengsengsarakan.....(saya ulangi). Mengsengsang.. (saya ulangi lagi ) menyengsarakan rakyat.
Yah, karena beberapa konsep tersebut pernah diterapkan di negeri Indonesia tercinta. Tempo Doeloe.
Perilaku dan watak pemerintah saat ini bukan hanya menahan aktivitas dan kebebasan masyarakat, namun dapat membunuh mental masyarakat.
Bagaimana tidak ,fasilitas program nasional untuk masyarakat diberikan secara meluas, namun ketetapan pelanggaran hukumnya diberikan secara ketat.
Pemerintah menginginkan masyarakat bisa produktif dan aktif dalam berbagai bidang sosial kemasyarakatan.
Tentunya, adil ataupun tidak adilnya hukum dan kebijakan, evaluasi masyarakat sebagai tolak ukurnya.
Kita akan memandang gelap sebuah tembok yang di cat terang ketika melihatnya menggunakan kacamata hitam. Atau kita juga dapat memandang kotor tembok yang bersih ketika menggunakan kacamata yang kotor pula.
Ada banyak pandangan dari masyarakat sebagai bentuk evaluasi kepada pemerintah yang saat ini tertutup. Tidak mampu dan tidak berani masyarakat untuk bersuara keluahan-keluahan hidup masyarakat. Mengapa? Jawabannya cuma satu dan tidak ada duanya, yakni kahwatir ditangkap dan dijebloskan ke penjara. Katanya begitu.
Disisi lain, hukum pula yang menjadikan tingkat kriminalitas dimasyarakat menjadi tinggi. Kenapa? Jawabannya satu dan tiada duanya. Dorongan kriminalitas akibat kebutuhan makan sangat tinggi. Beberapa orang sanggup membunuh ibunya hanya karena harta untuk memenuhi hidup, sseseoramg sanggup membunuh rekan kerja dan bosnya hanya karena pekerjaan, seseorang sanggup menggadaikan anaknya hanya karena beras, seseorang sanggup mencuri susu untuk diberikan kepada anaknya dan lain sebagainya. Sedangkan ketersediaan lapangan pekerjaan masih jauh dari kata cukup. Belum lagi , lapangan pekerjaan yang tersedia hanya bagi mereka yang berpendidikan.
Perusahan dibuka dimana-mana, toko-toko, pabrik-pabrik, pertambangan dan lapangan pekerjaan lainnya yang hanya memperkejakan yang berpendidikan. Sehingga yang tidak berpendidikan tidak memiliki kemampuan untuk bersaing didunia kerja.
Ini yang menghilangkan kesempatan baik bagi masyarakat untum berbuat baik tidak melanggar hukum.
Kalau tingkat kriminalitas dan tindak pidana pejabat, semakin meningkat akibat hukum yang berpihak. (Gak boleh ngomong gitu maswarkop, nanti pencuri di DPR sedih, dan berkurang jatah penjaranya) Gak apa-apa neng, lumayan bisa menambah lelucon televisi dan media.
Para pencuri baik di pemerintah pusat, di pemerintah daerah provinsi maupun di pemerintah kota, melambaikan tangan sambil tersenyum kepada publik. Dan publik hanya bisa menepuk jidat.
Hati-hati lu masrwakop, saat ini lu bisa bilang begitu karena ku belum jadi pejabat. Ntar lu kalau jadi pejabat, berpotensi lu mencuri juga (kata para oknum yang membela dan memaklumkan para pencuri).
Celotehan muncul dimasyarakat.
"Andai bisa memilih, aku lebih memilih berselimut tidur dirumah ketimbang harus melihat hukum yang beredar diluar sana" _Pesan Emak_
Sekian bual-bualnya..